Muatan Nilai Nasionalisme Etnis Dalam Tembang Dolanan Anak Jawa (1861-1939)
Contents
Ringkasan
Tembang dolanan sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan masyarakat Jawa, semakin menguat fungsi dan perannya pada awal abad ke XX sebagai media pembelajaran sekaligus sebagai media kritik terhadap realitas sosial yang terjadi. Oleh sebab itu, maka yang menjadi fokus bahasan dalam artikel ini adalah bagaimana kondisi sosial masyarakat Jawa pada masa Pakubuwana IX hingga Pakubuwana X serta bagaimana muatan yang terkandung dalam tembang dolanan anak Jawa pada awal abad ke XX. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan ilmu dukung semiotik yang menghasilkan hasil penelitian berupa analisis mengenai kehidupan sosial masyarakat Jawa pada masa Pakubuwana IX hingga Pakubuwana X ditengah penetrasi politik pemerintah kolonial dan analisis terhadap bentuk dan fungsi dari tembang dolanan anak Jawa beserta nilai nasionalisme yang terkandung di dalamnya.
Kata Kunci: Nasionalisme, Tembang Dolanan, Awal Abad XX
Keterikatan dan asosiasi manusia beserta lingkungan alam tempat tinggalnya akan membentuk suatu budaya yang akan menjadi ciri khas apabila dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke V (KBBI V:2016) budaya merupakan hasil pikiran ataupun akal budi manusia yang tertuang dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangka kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta Budhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Budaya terdiri dari unsur-unsur rumit yang menyangkut pola tindakan manusia dan dapat diwariskan dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Budaya juga dapat mencerminkan ciri khas dari suatu kelompok manusia yang menghuni atau menempati suatu daerah .
Ciri-ciri tersebut dapat tertuang melalui unsur-unsur kebudayaan yang meliputi 7 hal, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, serta sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat, 2009:165). Dapat dikatakan pula bahwa suatu bangsa atau suku bangsa yang maju tentunya telah memiliki unsur-unsur kebudayaan yang kompleks di segala bidangnya. Demikian pula dengan masyarakat Jawa yang telah memiliki sejarah peradaban yang panjang. Di bidang kesenian dan teknologi misalnya, masyarakat Jawa telah mampu menunjukkan hubungannya dengan alam tempat tinggalnya dengan baik. Sebagai contoh adalah lahirnya kemampuan manusia Jawa untuk mengekspresikan hubungannya dengan alam sekitar baik itu dalam bentuk tarian atau seni pertunjukan, lagu-lagu atau tembang, bahkan juga dalam bentuk doa atau mantra-mantra.
Melalui tembang, para pujangga tak hanya menampilkan unsur-unsur estetis dari suatu susastra saja, namun dibalik itu semua tembang Jawa yang diciptakan oleh para pujangga Jawa menyimpan suatu nilai tersembunyi yang menggambarkan kondisi sosial dimana karya mereka dilahirkan. Susastra Jawa semacam ini merupakan suatu sumbangan besar bagi penulisan historiografi Indonesia dimana sebelumnya para peneliti orientalis seperti J.J. Ras dan Remelink menaruh sikap yang cukup skeptis terhadap sumber sejarah tradisional seperti beberapa serat dan babad (Margana, 2004:36).
Namun, jika dikaji lebih lanjut hasil karya dari pujangga khususnya para pujangga kraton Surakarta yang lahir pada kisaran abad ke 18-19 patut untuk kita apresiasi lebih. Ditengah keterbatasan mereka sebagai abdi yang harus tunduk kepada patron/panutan mereka (raja) ternyata mereka masih memiliki suatu idealisme yang tertuang dalam karya sastra mereka. Hal ini bukan tanpa sebab, mengingat terbatasnya kekuasaan dan kekangan akan nilai-nilai dalam tradisi keraton para pujangga lebih memilih menggunakan media sastra sebagai bentuk kritik terhadap nilai-nilai yang mereka anggap kurang tepat dengan tradisi dan budaya Jawa.
Penetrasi Belanda di seluruh bidang kehidupan lambat laun turut mempengaruhi gaya hidup para bangsawan Jawa. Orientasi kehidupan yang lebih condong berkiblat ke budaya barat memunculkan dampak peluruhan budaya dan krisis identitas sehingga terjadi kemunduran atau degradasi moral di lingkup istana. Krisis identitas ke-Jawaan ini terlihat sangat jelas berpengaruh di bidang kesenian dan adat upacara kraton. Sebagai contoh, kuatnya orientasi terhadap budaya barat terlihat dalam hal perkawinan putri keraton, dimana perkawinan yang dilakukan dengan elit birokrasi wilayah gupernemen (daerah dibawah pemerintah kolinial) lebih ditujukan untuk membangun identitas dan mengangkat simbol kelas sosial (Kartodirjo, 1987:58).
Berbagai peristiwa dalam lingkup kraton yang dianggap kurang sesuai dengan etika hidup orang Jawa menjadi perhatian khusus bagi para pujangga istana, sehingga sebisa mungkin mereka mencoba menghadirkan kritik sosial terhadap situasi dan kondisi yang mereka alami melalui karya sastra yang mereka ciptakan. Adanya kemerosotan moral di lingkup istana inilah yang secara tidak langsung memunculkan istilah renaisans sastra Jawa, dimana nilai-nilai kebajikan dari generasi terdahulu kembali diangkat untuk melawan kemerosotan moral yang kian menjadi. Sebagai dampaknya, pada abad ke-19 sastra Jawa mengalami tren pergeseran yang cukup berarti. Pada periode ini sastra berbentuk babad mulai jarang ditemui dan sebagai gantinya para pujangga mengalihkan “genre” karya sastra mereka ke arah yang kebih luwes, yaitu lebih menuju ke karya dedaktik (piwulang) yang dipilih karena sifatnya yang normatif, tidak terus terang dan simbolik (Margana, 2004:180).
Kekhawatiran akan adanya degradasi moral yang terus berlanjut hingga generasi-generasi yang lebih muda juga menjadi perhatian tersendiri dalam penulisan karya sastra pada abad ke-19 hingga abad ke-20. Tembang dolanan yang pada awalnya hanya sebagai media hiburan anak-anak, kembali diangkat guna membangkitkan semangat ke-Jawaan masyarakat yang kian luntur. Selain itu, pudarnya tradisi lisan yang berakibat pada diskontinuitas penyampaian nilai-nilai serta semangat yang terkandung dalam tembang dolanan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya juga menjadi salah satu latar belakang adanya upaya angiket (mengumpulkan kembali) tembang dolanan yang berkembang di masyarakat.
Adanya upaya mengumpulkan kembali tembang-tembang dolanan yang berkembang dan lazim digunakan di masyarakat telah diupayakan dengan baik pada awal abad ke-20 oleh R. Ng. Mangoenprawira (Dolanan Botjah Klaten), K.P.A Koesoemadiningrat (Serat Rarya Saraya), dan Ign. Kartodimejo (Lagon Dolanan Lare) pada tahun 2007. Berdasarkan beberapa uraian singkat tersebut, maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian mengenai tembang dolanan khususnya yang berkembang di Jawa pada awal abad ke 20 dengan perspektif yang berbeda. Maka, permasalahan yang relevan dan dapat diangkat dalam permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, kondisi sosial budaya masyarakat Jawa pada masa Pakubuwana IX hingga Pakubuwana X; kedua, muatan nilai nasionalisme dalam tembang dolanan anak Jawa yang berkembang pada awal abad ke-20.
Metode Penelitian
Peneliti dalam hal ini dihadapkan pada sumber sejarah berbentuk sastra (tembang dolanan) sehingga dalam penelitian ini penulis juga menggunakan ilmu bantu sastra yang lazim digunakan dalam meneliti sumber-sumber sejarah berupa serat dan babad.
Heuristik
Beberapa sumber data yang didapat untuk menunjang penelitian ini adalah sebuah buku dengan tulisan aksara Jawa/carakan dengan judul Serat Rarya Saraya: Van Kleine Vriendjes karya K.P.A. Koesoemadiningrat, Dolanan Botjah Klaten karya R.Ng. Mangoenprawira, Nenangi Raos Kabangsan karya Ign. Kartodimejo dan sebagai refrensi tambahan ada pula buku gendhing-gendhing karya Ki Nartosabdho, karya Overbeck dalam Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes: Beschrijving der Spelen, Javaansche Liederteksten, Vertaling, dan The Vocal Notation of K.R.T. Wasitodiningrat Volume I dan II.
Serat Rarya Saraya menurut katalog Girardet dan Behrend hanya didapati dalam Perpustakaan Reksapustakan Pura Mangkunegara Surakarta, namun setelah dilakukan penelitian di Perpustakaan Reksapustaka pada 23-25 April 2018 penulis tidak lagi menemukan Serat Rarya Saraya tersimpan dan menjadi koleksi di Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran. Sumber data selanjutnya yaitu Serat Nenangi Raos Kabangsan dalam Lagon Dolanan Lare dalam bentuk tulisan tangan aksara Jawa yang telah dialih aksarakan dari aksara Jawa ke latin oleh sdr. Muhammad Furqon, Surakarta. Untuk sumber Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes: Beschrijving der Spelen, Javaansche Liederteksten, Vertaling penulis dapatkan ketika mengunjungi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegara dan perpustakaan Kolese St. Ignatius Yogyakarta.
Selain itu, untuk melengkapi penulisan ini penulis juga mencari sumber data-data tambahan seperti jurnal ilmiah, bahan kesusatraan Jawa, buku-buku pendukung, mp3 lagu dolanan anak, maupun wawancara dengan para pelaku dan pegiat seni yang penulis rasa cukup relevan dalam kajian ini. Data-data tambahan tersebut berfungsi sebagai sumber data sekunder, dimana sumber data sekunder adalah sumber yang disampaikan bukan saksi mata atau pelaku sejarah tidak sejaman dengan kejadian atau peristiwa sejarah yang akan dikaji (Kuntowijoyo,2001:94-96).
Kritik
Dalam penelitian ini kritik terhadap sumber disesuaikan dengan objek dan sumber data penelitian karena penulis menggunakan sumber tekstual dan non tekstual.
Kritik Ekstern
Kritik eksternal merupakan pengujian terhadap bentuk fisik sumber sejarah, baik itu sumber primer maupun sekunder. Pengujian ini menekankan pada palsu atau tidaknya sumber tersebut dan juga mengenai keaslian atau tidaknya sebagai sumber sejarah. Mengingat sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sumber data tekstual kesusastraan, maka kaitannya dengan hal ini penulis menggunakan ilmu bantu sastra dalam menganalisis teks-teks yang menjadi sumber rujukan penelitian. Sumber sejarah pertama dan kedua (Serat Rarya Saraya dan Dolanan Botjah Klaten) berbentuk buku sehingga untuk memastikan keasliannya bisa dilihat dari unsur-unsur eksternalnya seperti sampul buku, gaya tulisan, dsb. Sedangkan untuk sumber ketiga masih dalam tahap proses alih aksara oleh salah satu kerabat penulisnya sehingga penelitian lebih lanjut terhadap sumber data ketiga masih belum bisa dilakukan sepenuhnya.
Untuk kritik yang berhubungan dengan para narasumber, penulis melakukan pengamatan dengan seksama terhadap beberapa pelaku seni melalui keterangan beberapa pakar seni karawitan yang merujuk pada nama-nama orang tertentu. Penulis juga melihat kiprah dan eksistensi para narasumber melalui hasil karya dan pengalamannya di bidang seni yang selaras dengan penelitian yang penulis angkat.
Kritik Intern
Kritik secara intern juga dilakukan dengan membandingkan dengan beberapa arsip dan catatan sejarah, serta mengomparasikannya dengan keterangan lisan dari narasumber yang faham dan dekat dengan peristiwa yang dimaksud dalam tembang. Mengenai pemilihan narasumber yang relevan dengan penelitian yang penulis angkat, juga tak serta merta dapat dipilih dan dikesampingkan begitu saja sisi pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh para narasumber. Rata-rata narasumber yang penulis pilih memiliki pengalaman yang cukup mendalam di bidang sastra Jawa dan ilmu karawitan untuk menentukan kualitas dan keobjektivitasaan penelitian. Pemilihan narasumber yang lebih terfokus di wilayah Surakarta dikarenakan fokus penelitian dilakukan di wilayah Surakarta sehingga seniman-seniman yang berkarya di Surakarta peneliti anggap lebih mumpuni dan sejalan dengan penelitian yang penulis angkat.
- Interpretasi
Penafsiran terhadap kata maupun lambang harus dilakukan secara cermat menggunakan berbagai macam pendekatan keilmuan, seperti menggunakan ilmu dukung musikologi (untuk menganalisis tembang dolanan lama dan baru). Penulis juga harus mampu merubah pola pikir sesuai dengan jiwa zaman objek yang akan diangkat. Pemahaman yang baik terhadap konteks ruang dan jiwa zaman akan sangat membantu peneliti ataupun penulis menemukan makna yang sesungguhnya dari peristiwa maupun objek yang diceritakan.
Data yang telah melewati proses klasifikasi dan interpretasi, kemudian diintegrasikan baik dengan saling melengkapi maupun membandingkan. Hal ini diperlukan terutama untuk sebuah peristiwa yang memiliki sumber data yang beragam. Sehingga, untuk memperoleh keabsahan suatu data, perlu dilakukan pengintegrasian data dengan data-data lain yang sebanding guna mendapatkan suatu informasi yang absah dan valid.
Historiografi
Penulisan sejarah/historiografi merupakan tahap terakhir dalam proses penulisan sejarah. Semua data yang masuk tidak serta merta dapat dijadikan sebagai sumber penulisan sejarah, namun harus melalui kritik historis yang sangat ketat sesuai dengan urutan diatas. Penulisan sejarah berguna untuk merekonstruksi kehidupan serta kejadian di masa lalu berdasarkan bukti-bukti/sumber sejarah yang telah melalui tahap analisa dan kritik data.
Hasil dan Pembahasan
Penetrasi Politik Kolonial
Penetrasi kekuasaan pemerintah kolonial yang tak dapat dibendung, sedikit banyak turut memengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa terutama yang ada di dalam lingkup keraton. Pengaruh kekuasaan pemerintah colonial semakin menjadi setelah pecahnya perang Jawa pada tahun 1730, keraton di Jawa terutama Surakarta harus menanggun hutang dan biaya yang besar sebagai biaya pengganti pecahnya perang Jawa.
Penetrasi Politik yang awalnya hanya berkutat pada pola kehidupan politik keraton, pada masa Sunan Pakubuwana VII Pemerintah Hindia Belanda telah mendapat celah dan akses yang cukup lebar untuk ikut serta dalam menentukan arah kebijakan politik Kasunanan Surakarta, bahkan kehadiran Pemerintah Hindia Belanda juga “diperlukan” dalam penyelesaian konflik internal keluarga Sunan. Kuncinya, Pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan kedudukan pepatih dalem untuk menekan dan mempengaruhi Sunan Pakubuwana (Soeratman, 2000: 34) yang pada akhirnya Belanda dapat masuk kedalam kehidupan internal kraton.
Pada masa Sunan Pakubuwana VII pula, Kasunanan Surakarta dilanda krisis keuangan sebagai dampak berkepanjangan akibat Perang Jawa. Krisis yang timbul selain akibat dari kewajiban membayar ganti rugi Perang Jawa kepada Pemerintah Hindia Belanda, ternyata penyebab yang lebih memiriskan timbul dari gaya hidup Sunan beserta para elit kraton yang terkesan glamour dan suka menghambur-hamburkan uang. Sepeninggal Sunan Pakubuwana VII pada 1858, Pemerintah Hindia Belanda semakin dekat dengan kraton dibawah kepemimpinan Sunan Pakubuwana VIII. Sunan Pakubuwana VIII dikenal sebagai sosok yang sangat loyal dan terbuka kepada Pemerintah Hindia Belanda. Sunan Pakubuwana VIII hanya berkuasa selama tiga tahun, yaitu mulai tahun 1858 hingga 1861. Meskipun hanya berkuasa selama tiga tahun, berbagai macam keputusan yang diambilnya menjadikan sosok Sunan Pakubuwana VIII dikenal sebagai sahabat orang-orang Eropa dan sosok yang mendukung sistem sewa tanah kepada para pengusaha Eropa.
Selanjutnya, tampuk kepemimpinan Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Sunan Pakubuwana IX yang memerintah mulai tahun 1861 hingga 1893. Pakubuwana IX memiliki kepribadian yang berbeda dari dua raja yang memerintah sebelumnya. Kepemimpinan Sunan Pakubuwana IX berakhir pada 1893 dan dilanjutkan oleh Sunan Pakubuwana X yang memerintah antara tahun 1893 hingga 1939. Pemerintah Hindia Belanda menyadari sepenuhnya bahwa penetrasi terhadap kekuasaan Pakubuwana IX utamanya dalam hal menggeser keterlibatan pribumi di bidang kepolisian dan keamanan berjalan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sunan Pakubuwana IX merupakan salah satu sosok yang kukuh untuk mempertahankan semua yang berbau Jawa.
Menginjak pada masa pemerintahan Pakubuwana X, Sunan sebagai pemimpin kraton semakin dilucuti hak dan kekuasaannya sehingga kraton dan Sunan seakan hanya menjadi simbol bagi masyarakat Jawa, sistem yang ada didalamnya dikendalikan dan dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah kolonial. Namun, Sunan sebagai simbol dan ikon dari budaya Jawa tetap harus memiliki wibawa di mata kawula-nya, maka dari itulah pada masa kepemimpinan Sunan Pakubuwana X, Ia lebih banyak memainkan politik simbol sebagai hasil dari kekuasaan ekonomi, politik dan sistem peradilan Kasunanan Surakarta yang telah dikuasai Belanda.
Politik simbol yang dijalankan Pakubuwana X menurut Kontowijoyo (dalam Joebagio, 2015) terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sebagai sebagai simbol personal yang erat kaitannya dengan penggambaran raja sebagai sosok yang adil dan penggambaran raja sebagai wakil Tuhan di dunia. Simbol yang kedua ialah simbol publik yang diwujudkan Sunan Pakubuwana X melalui pemeliharaan tradisi budaya Jawa dan Islam, pendirian sekolah-sekolah (madrasah dan umum), serta yang diwujudkan dalam kegiatan udhik-udhik maupun tetirah yang secara simbolik sebenarnya adalah kegiatan Sunan untuk memberi bantuan dan lawatan.
Muatan Nasionalisme Dalam Tembang Dolanan
Tembang dolanan sebagai salah satu bagian dari folksongs yang berkembang dalam kebudayaan masyarakat Jawa tak dapat dilepaskan fungsi dan peranannya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa. Terlebih lagi dengan muatan sastra lisan yang hadir dalam tiap lirik tembang dolanan semakin menyiratkan bahwa kondisi sosial masyarakat turut menjadi faktor penyumbang utama bagi lahirnya sastra lisan anak-anak. Sastra juga diasumsikan sebagai mimesis (tiruan) zaman, dalam artian hasil karya susastra (tulis & lisan) merupakan bentuk tiruan dan ekspresi akan realitas sosial yang terjadi pada suatu masa, meskipun terkadang susastra lebih banyak dibumbui dengan ha-hal fiksi namun realitas sosial yang benar-benar terjadi tak dapat dikesampingkan begitu saja dalam suatu karya sastra (Endraswara, 2013: 95-96).
Tembang dolanan sebagai salah satu produk yang lahir dari kebudayaan sastra lisan masyarakat Jawa pun tak lepas dari imbuhan beberapa fakta imajinatif sehingga untuk menganalisisnya sebagai produk historis perlu digali lebih dalam mengenai beberapa realitas sosial yang mengiringi lahir, digubah, dan peristiwa pemaknaan ulang terhadap lirik-lirik yang ada pada tembang dolanan. Tembang-tembang dolanan yang bersifat sentiment lebih banyak lahir ketika Pemerintah Hindia Belanda berhasil menanamkan penetrasi politiknya di Jawa sehingga sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial politik masyarakat Jawa, terkhusus para bangsawan dan elit pollitiknya.
Masuknya nilai-nilai barat dan gaya hidup western yang kurang sesuai dengan nilai-nilai budaya Jawa dikhawatirkan lambat laun dapat mengikis dan menimbun adat dan budaya Jawa yang telah lama dibangun, sehingga munculnya gerakan-gerakan sentimentil terhadap kondisi moral para elit birokrat Jawa yang kian merosot tak dapat dihindari lagi. Hal iniah yang menjadi tolak awal dari munculnya nasionalisme yang berakar dari perjuangan untuk memperjuangkan kembali renaisans budaya Jawa. Banyak kalangan (termasuk masyarakat umum dan para priyayi) yang menyadari bahwa sedang terjadi krisis mendalam di bidang moralitas dan politik raja-raja serta priyayi Jawa akibat dari penetrasi kekuasaan Belanda, sehingga nilai-nilai budaya Jawa sudah mulai terlupakan. Paham ini, selanjutnya oleh Miert (2003: 15-18) disebut sebagai gerakan nasionalisme Jawa.
Namun, muatan nilai nasionalisme Jawa sebenarnya telah berkembang dalam masyarakat diluar tembok keraton jauh sebelum kurun 1900-an. Kebanyakan ungkapan dan perasaan masyarakat dalam menghadapi tekanan dan situasi zaman banyak diabadikan melalui tembang-tembang dolanan yang pada akhirnya selain difungsikan sebagai media yang bersifat satire juga berfungsi sebagai media pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai budaya Jawa bagi anak-anak. Pada umumnya, tembang-tembang dolanan yang mengandung nilai nasionalisme Jawa, lirik-lirik yang ada di dalamnya lebih banyak mengandung ungkapan satire sebagai bentuk ekspresi atas penderitaan yang sering dialami oleh masyarakat kecil.
Adapun nilai-nilai yang coba dihadirkan kembali seagai penguat identitas ke-Jawaan yang kian luntur di awal abad ke XX. Dalam penelitian ini, sebagian diantaranya didapati dalam tembang dolanan Cucur Biru yang mengajarkan masyarakat Jawa untuk selalu teguh kepada pendirian serta tidak mudah percaya dan selalu bersikap kritis menghadapi beragam situasi dan kondisi, dalam tembang dolanan Buta Galak yang memuat pengajaran untuk selalu berhati-hati dalam berucap dan bertindak, berterus terang dan memegang teguh ucapan lalu ada pula dalam tembang dolanan Mentok-Mentog yang mengajarkan bahwa manusia harus berusaha mengendalikan nafsu-nafsu yang ada dalam kehidupannya, termasuk pula makan dan tidur. Terdapat pula pengajaran untuk berhemat, jika uang harus dimanfaatkan secara arif dan bijak sesuai kebutuhan hidup dan menghindari gaya hidup mewah secara berlebihan yang terdapat dalam tembang dolanan Utange Entuk Telung Genung, pengajaran untuk mengendalikan hasrat pribadi dalam tembang dolanan Koning-Koning dan pengajaran untuk menjaga rahasia dan aib orang lain serta larangan untuk menyebarkan informasi palsu yang terdapat dalam tembang macapat Tikus Pithi Anata Baris.
Kesimpulan
Penetrasi kekuasaan Belanda semakin menguat setelah pecahnya Perang Jawa pada tahun 1825-1830, ditandai dengan semakin berkurangnya wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang diserahkan kepada pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebagai ganti rugi atas pecahnya perang Jawa. Pasca pecahnya perang Jawa, Belanda semakin kuat menanamkan pengaruh politisnya di kraton hingga turut mempengaruhi sendi-sendi kehidupan sosial budaya di dalam tembok kraton. Tata kelola pemerintahan diambil alih, raja kehilangan pengaruh dan kekuasaan hingga para priyayi mulai terpengaruh gaya hidup orang-orang Belanda. Masa-masa inilah yang sering disatir para pujangga istana sebagai zaman kalatidha cerminan dari degradasi moralitas akibat nilai-nilai budaya Jawa yang kian dilupakan. Sebagai upaya membendung dan mengembalikan eksistensi nilai dan budaya Jawa ditengah penetrasi politik pemerintah Kolonial yang kian menguat, diciptakanlah beberapa karya tulis untuk mengembalikan eksistensi budaya Jawa oleh para pujangga istana.
Disamping itu, masyarakat diluar kraton pun turut merasakan keprihatinan akan situasi dan kondisi yang terjadi hingga keprihatinan tersebut dimuat dalam lagu-lagu rakyat yang diwariskan secara turun temurun. Salah satunya melalui media tembang dolanan yang erat kaitannya sebagai media bermain bagi anak-anak. Di lain sisi, tembang dolanan lekat kaitanya sebagai penanda identitas bagi masyarakat Jawa. Muatan nilai nasionalisme dalam tembang dolanan anak Jawa yang lahir di awal abad ke XX difungsikan sebagai sarana pembangkit dan penguat bagi identitas budaya Jawa yang kian ditinggalkan substansinya. Dalam artian lain, nilai nasionalisme yang termuat dalam tembang dolanan anak Jawa adalah pengejawantahan dari nilai dan budaya Jawa yang berkembang dalam masyarakat, berdasarkan pengalaman akan situasi dan kondisi yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Marie, Bambang Khusen.2017.Seri Kajian Sastra Klasik Serat Kalatidha: Raden Ngabehi Ranggawarsita Kedhungkol Surakarta Adiningrat.Online (http://paramenkawi.com/), diakses 24 Juli 2018
Aman.2007.Sejarah Indonesia Abad ke-19: Penerapan dan Dampak Sistem Tanam Paksa 1830-1870. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta
Aminuddin.2015.Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna.Bandung: Sinar Baru Algesindo
Anderson, Benedict, Omi Intan Naomi (Penerjemah).2008.Imagined Communities: Komunitas-Komunitas Terbayang.Yogyakarta: INSIST Press
Angabei IV.circa 1900.Serat Wulang Dalem ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Kaping Sekawan.Alih aksara Yayasan Sastra Lestari. Online (https://www.sastra.org/agama-dan-kepercayaan/ wulang/1418-wulang-dalem-pb-iv-angabei-iv-c-1900-1315#context-2), diakses 27 Juli 2018
Anonym.1981.Babad Trunajaya-Surapati.Alih Aksara Sudirjo S.H, Alih Bahasa R. Soeparmo. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) RI
Anonym.2001.Lagu-Lagu Dolanan.Digitalisasi Yayasan Sastra Lestari. Online (https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/kagunan/874-lagu-lagu-dolanan-anonim-1176-hlm-001-117), diakses 5 Juni 2018
Anwar, L. Wadjiz.1980.Filsafat Estetika: Sebuah Pengantar.Yogyakarta: Nur Cahaya
Aritonang, Jan S..2004. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia.Jakarta: BPK Gunung Mulia
Baha’uddin.2014. Westernisasi dan Gaya Hidup Bangsawan di Kadipaten Pakualaman Pada Masa Paku Alam V dalam Jurnal Patrawidya, Vol. 15 No. 3. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
Boechari.2012.Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti: Tracing Ancient Indonesian History Through Inscriptions. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
Bratakesawa, Raden.1980.Keterangan Candrasengkala.Alih aksara dan terjemahan T.W.K. Hadisoeprapta. Jakarta: Departemen P & K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.1927.
Carey, Peter.2009.Asal Usul Perang Jawa: Pemberontakan Sepoy Dan Lukisan Raden Saleh (Terjemahan Tim Penerjemah Pustaka Azet, Judul Asli: The Orign of The Java War (1825-1830)).Yogyakarta: LKIS
Carey,Peter.2016.Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 Jilid I.Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
Damopolii, Mujahid.2014. Tradisi Pemikiran Ilmiah Renaissance, Aufklarung, Serta Zaman Modern dalam TADBIR: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 02 No. 02 Agustus 2014.Online (http://download.portalgaruda.org), diakses 19 Mei 2018
Danandjaja, James.2002.Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Depdikbud.2016.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima
Djaja, Wahjudi.2012.Sejarah Eropa: Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern.Yogyakarta: Penerbit Ombak
Endraswara, Suwardi.2010.Tuntunan Tembang Jawa: Melagukan, Mengajarkan, Mementaskan.Yogyakarta: Lumbung Ilmu
Endraswara, Suwardi.2013.Sosiologi Sastra: Studi, Teori, dan Intepretasi. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Faruk.2014.Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Florida, Nancy K..2003.Menyurat Yang Silam Menggurat Yang Menjelang: Sejarah Sebagai Nubuat di Jawa Masa Kolonial. Yogyakarta: Bentang Budaya
Graaf, H.J. De.1989.Terbunuhnya Kapten Tack: Kemelut di Kartasura Abad XVII.Terjemahan Dick Hartoko.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.1935
Graaf, H.J. De.1990.Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung.Terjemahan Pustaka Utama Grafiti dan KITLV.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.1958
Hadisurya, B.P..1987.Serat Trunajaya 3.Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan & Kebudayaan RI
Hardasukarta, Supardal.1978.Serat Titi Asri.Jakarta: Departemen P&K, Proyek Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia dan Daerah
Hermanu.2012.Ilir-Ilir: Ilustrasi Tembang Dolanan.Yogyakarta: Bentara Baru Yogyakarta
Herusatoto, Budiono.1984.Simbolisme Dalam Budaya Jawa.Yogyakarta: Penerbit PT. Hanindita
Hidayat, R. Aris.2009.Kepemimpinan dalam Agama Hindu Studi Naskah Lontar Nitipraya dalam Jurnal Analisa, Volume XVI, No. 01, Januari-Juni. Online (https://media.neliti.com/media/publications), diakses 19 Juni 2018
Houben, Vincent J.H..2002.Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta 1830-1870.Yogyakarta: Bentang Budaya
Hutomo, Suripan Sadi.1991.Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Tanpa Nama Kota Terbit: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat Jawa Timur
Istiana, Inni Inayati.2015.Sastra, Susastra, Kesastraan dan Kesusastraan. Balai Bahasa Jawa Tengah, online (http://www.balaibahasajateng.web.id/ index.php/read/home/infosastra_detail/43/pSastra-Susastra-Kesastraan-dan-Kesusastraan) diakses 4 Agustus 2018
Joebagio, Hermanu.2015.Politik Simbolis Kasunanan.Disampaikan pada seminar nasional “Sistem Politik Jawa Dalam Perspektif Historis” diselenggarakan oleh Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang pada tanggal 2 November 2015
Kartodimejo, Ign..2007.Nenangi Raos Kabangsan.Alih aksara oleh Muhammad Furqon.Surakarta: Tidak Diterbitkan
Kartodirjo, Sartono.1987.Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gajahmada University Press
Koentjaraningrat.2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta
Koesoemadiningrat.1913.Serat Rarya Saraja “Van Kleine Vriendjes”: Javaansche kinderliedjes, toegelicht door.Buitenzorg: Publiciteibureau Widya Pustaka
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.
Kuntowijoyo.2003.Lari dari Kenyataan: Raja, Priyayi dan Wong Cilik Biasa di Kasunanan Surakarta 1900-1915. Dimuat dalam Jurnal Humaniora, Edisi Juni, Vol. 15 No. 2.
Kurniawan, David.2010.Pelacuran Di Surakarta (Studi Kasus Pasca Penutupan Resosialisasi Silir Tahun 1998-2006).Skripsi, Tidak Diterbitkan.Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret
Kurniawan, Heru.2013.Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif.Yogyakarta: Graha Ilmu
Larson, George D..1990.Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta 1912-1942.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Mardiwarsito, L. dan Harimurti Kridalaksana.1984.Struktur Bahasa Jawa Kuna.Ende-Flores: Penerbit Nusa Indah
Margana, S..2004.Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Margana, Sri.2010.Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Margapranata, dkk..1986.Tus Pajang: Penget lan Lelampahanipun Swargi R. Ng. Jasadipura I.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Miert, Hans Van, Sudewo Satiman (Penerjemah).2003.Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia 1918-1930.Jakarta:Hasta Mitra
Mukaromah, Animatul.2016.Peran Sosial Politk Priyayi Modern di Surabaya pada Tahun 1900-1940.Skripsi (Tidak Diterbitkan).Surabaya: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga
Muljono, Untung.Tanpa Tahun Terbit.Pendidikan Nilai Luhur Melalui Tembang (Lagu) Dolanan Anak.Yogyakarta: Tanpa Nama Penerbit
Munandar, Agus Aris.2011.Catuspatha Arkeologi Majapahit.Jakarta: Wedatama Widya Sastra
Nagazumi, Akira.1989.Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918.Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti
Niel, Robert van.2003.Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia
Overbeck, H..1938.Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes: Beschrijving der Spelen, Javaansche Liederteksten, Vertaling (Afl. 4).Yogyakarta: Java Instituut
Overbeck, H..1993.Lagu-Lagu dan Permainan Anak-Anak Perempuan Jawa.Terjemahan K.R.T. Muhammad Husodo Pringgokusumo. Surakarta: Perpustakaan Rekso Pustoko Istana Mangkunegaran.1938.
Padmosoekotjo, S..1958.Ngengrengan Sastra Djawa I.Surakarta: Hien Hoo Sing
Padmosoekotjo, S..1967.Sarine Basa Djawa.Djakarta: Balai Pustaka
Pakubuwana IV.1960.Serat Wulangreh (Ingkang Cocog Kaliyan Aslinipun). Yogyakarta: Keluarga Bratakesawa
Pakubuwana IX.1983.Wulang Dalem Warna-Warni.Alih aksara Moelyono Sastronaryatmo, alih bahasa Surachmat & Supadiyono.Jakarta: Departemen P&K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Paramita, Yeni D. A..2013. Abdi Dalem Penghulu Pada Masa Pemerintahan Paku Buwana X Keraton Kasunanan Surakarta (1893-1939).Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret
Poedjowardojo.1989.Tujuan Penulisan Babad.Surakarta: Tanpa Nama Penerbit, disampaikan dalam ceramah di Paheman Widya Budaya Surakarta, 27 Januari 1989
Poerbatjaraka.1964.Kapustakan Jawi. Jakarta: Djambatan
Poerwadarminta, W.J.S., C. S. Hardjasoedarma, J. CHR. Poedjasoedira.1939. Baoesastra Djawa.Batavia: Maatchappij N.V. Groningen
Pradjapangrawit, R. Ng..1990.Serat Sujarah Utawi Riwayating Gamelan: Wedhapradangga (Serat Saking Gotek).Surakarta: STSI Surakarta
Putra, I Nyoman Darma.2011. Mungkinkah Menganggap Akhir Abad ke-20 Sastra Bali Memasuki Sebuah Era Keemasan ? dalam Jurnal Kajian Bali Volume 01, No. 02, Oktober.Online (http://download.portalgaruda.org), diakses 19 Mei 2018
Putra, S.W. Bima.1994.Kumpulan Gendhing-Gendhing lan Lagon Dolanan Ki Narta Sabda.Surakarta: Cendrawasih
Raffles, Thomas Stamford.2016.The History of Java.Terjemahan Prasetyaningrum, dkk..Yogyakarta: Narasi
Rahayu, Astri.2008.Pandangan Hidup Priyayi Jawa dalam Teks Idjol Pangawejan.(Skripsi Tidak Diterbitkan).Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Rahmawati, Salfia.2014.Serat Narasawan (AS 75): Fenomena Bestiality dalam cerita Jawa tahun 1930-an.Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Ras, J.J..1972. Javanese Literature Since Independence: An Anthology. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-Land-en Volkenkunde (KITLV)
Ricklefs, M.C..2002.Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792: Sejarah Pembagian Jawa.Yogyakarta: Matabangsa
Ricoeur, Paul.2014.Teori Interpretasi: Membelah Makna dalam Anatomi Teks.Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD
Ridwan, Achmad.2010. Perkembangan Peradilan Pradata Masa Reorganisasi Bidang Hukum di Kasunanan Surakarta Tahun 1893-1903.Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret
Rochkyatmo,Amir.2010.Sastra Wulang, Sebuah Genre di Dalam Sastra Jawa dan Karya Sastra Lain Sejaman dalam Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara, Vol. 1 No. 1. Jakarta: Perpusnas RI
Saharudin.2012.Bekayat: Sastra Lisan Islamisasi Sasak Dalam Bayang Kepunahan disampaikan dalam Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) XII, 5-8 November 2012, di UIN Sunan Ampel Surabaya
Sapto, Ari.2015. Pelestarian Kekuasaan Pada Masa Mataram: Sebha Jaminan Loyalitas Daerah Terhadap Pusat. Disampaikanpada seminar nasional “Sistem Politik Jawa Dalam Perspektif Historis” diselenggarakan oleh Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang pada tanggal 2 November 2015
Saputra, Karsono H..2017.Puisi Jawa: Struktur dan Estetika (edisi revisi), Jakarta: Bukupop
Simuh.1988.Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UI Press
Soegiyo, R.M..2011.Pakoeboewono VIII dan Keluarganya. Online (http://keluargapakoeboewono.blogspot.com/2011/01/pakoeboewono-viii-dan-keluarganya.html), diakses 1 Agustus 2018
Soemardjan, Selo.2009.Perubahan Sosial di Yogyakarta.Jakarta: Komunitas Bambu
Soeratman, Darsiti.2000.Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939.Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia
Soeryohoedoyo, Soetardi R.M..1980.Puncak-Puncak Dalam Pandangan Kesusilaan, Kefilsafatan, dan Ketuhanan Dalam Kesusastraan Jawa: Pepali Ki Ageng Selo.Surabaya: Citra Jaya
Stroomberg, J..2018.Hindia Belanda 1930.Terjemahan Heri Apriyono. Yogyakarta: IRCiSoD
Sujarwa.2010.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar: Edisi Terbaru Manusia dan Fenomena Sosial Budaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sumaryono, E..1999.Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat.Yogyakarta: Kanisius
Sunarto, Bambang.Tanpa Tahun Terbit.Paradigma Penciptaan Karawitan Cokrowarsito, Martopangrawit, dan Nartosabdo.Tanpa Nama Penerbit dan Kota Terbit.
Suprapta, Blasius, dkk..2017.Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Relief Cerita Tantri: Perspektif Strukturalisme Levi-Strauss.Yogyakarta: PT Kanisius
Suyami.2012.Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya Vol. VII No.2.Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia.2010. Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka
Utami, Indah W.P..2015.Gerakan Sosial Kawula Surakarta 1932-1943. Malang: Universitas Negeri Malang
Vansina, Jan.2014. Tradisi Lisan Sebagai Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Wahjono, Parwatri.1988.Laporan Penelitian Ni Thowok: Dolanan Anak-Anak, Sebuah Bentuk Teater Jawa Kajian Folklorik Dan Sastra. Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia
Wasitodiningrat, K.R.T..1995.The Vocal Notation of K.R.T. Wasitodiningrat (Volume I: Slendro).Tanpa Nama Kota Terbit: American Gamelan Institute
Wasitodiningrat, K.R.T..1995.The Vocal Notation of K.R.T. Wasitodiningrat (Volume II: Pelog).Tanpa Nama Kota Terbit: American Gamelan Institute
Wedhawati, dkk..2006.Tata Bahasa Jawa Mutakhir.Yogyakarta: Kanisius
Yasadipura II, R. Ng..1980.Serat Sanasunu.Alih aksara dan alih bahasa oleh Sudibjo Z.H..Jakarta: Departemen P&K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Yunita, Lusia Selly.2014.Bentuk dan Fungsi Simbolis Tembang Dolanan Jawa dalam Jurnal NOSI, Volume 02, No. 05, Agustus
Zoetmulder, P.J..1983.Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan
Wawancara
K.R.T. Radya Adinegara, 23 April 2018
Dariyanto, 23 April 2018
M. Ng. Hali Jarwa Sularsa, 24 April 2018
Muhammad Furqon, 25 April 2018
Totok Yasmiran, 26 April 2018
Komunikasi Personal
Handayaningrat, K.R.M.H. Bondhan R.P..13 Juli 2018.Komunikasi Personal
Subagja, Dwi.11 Juli 2018.Komunikasi Personal
Putra, Dyan Permana.30 Desember 2017.Komunikasi Personal
Saputro, Ampri Bayu.1 April 2017.Komunikasi Personal
Katijan.13 April 2017.Komunikasi Personal